Ramani News - Seruan untuk melaksanakan umrah secara mandiri atau yang juga sering disebut dengan umrah backpacker cukup masif di tengah masyarakat, khususnya di jejaring media sosial.
Banyak pihak menganggap, fenomena umrah backpacker ini merupakan ancaman bagi eksistensi perusahaan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah.
Orang kini tidak lagi membutuhkan PPIU untuk beribadah ke Tanah Suci, karena semua persiapan hingga keberangkatan bisa dilakukan sendiri seperti booking tiket penerbangan, hotel, visa dan sebagainya.
Lantas apakah benar umrah backpacker mengancam eksistensi PPIU? Sekretaris Jenderal (Sekjen) Himpunan Penyelenggara Umroh dan Haji (HIMPUH), M Firman Taufik menampik hal tersebut.
Firman mengaku tidak melihat umrah mandiri sebagai ancaman, karena umrah atau haji itu adalah bisnis kepercayaan.
Jikapun kelak umrah mandiri semakin marak, tetap persentasenya tidak sebesar bepergian dengan travel resmi. Data yang HIMPUH miliki pelaku umrah mandiri hanya mencapai 3,2 persen saja dari total jemaah umrah.
Menurut Firman, secara umum jamaah umrah backpacker akan mendapat harga yang lebih mahal dibanding lewat travel, karena travel pergi dalam grup.
"Kalau ada yang dapat lebih murah itu kondisional saja, tidak semua bisa dapat," ujar Firman seperti dilansir dari Republika.co.id, Kamis (14/9/2023).
"Kalau konsepnya backpaker-an iya jadi murah, sekamar rame-rame, jarak hotelnya jauh, room only, makannya jajan. kalau pakai hotel malah lebih mahal karena akan kena harga individual," jelas dia.
Selain itu transaksi langsung dengan pihak asing rawan jika terjadi wan prestasi. Maka urusannya akan berlarut-larut atau bahkan berpotensi tidak dapat klaim sama sekali (tidak ada perlindungan hukum).
Yang tidak kalah penting, kata Firman, masyarakat perlu tahu bahwa pelaksanaan umrah backpacker itu melanggar hukum positif. Jika hal tersebut dilakukan maka bisa mengotori kemurnian ibadah.
Pada UU 8 Tahun 2019 jelas disebutkan bahwa penyelenggaraan umrah hanya dapat dilakukan oleh PPIU yang notabene adalah perusahaan swasta yang memiliki lisensi sebagai penyelenggara umrah. Sanksi hukumnya kurungan penjara 6 tahun atau denda uang maksimal Rp6 miliar.
sumber : Himpuh